Breaking

Rabu, Juli 12, 2023

Menyelami Makna Filosofis Tokoh Pewayangan Jawa, Punakawan



Dalam dunia pewayangan Jawa, cerita lahirnya punakawan atau tokoh-tokoh kecil yang lucu dan cerdik ini sangat terkenal. Namun, sebenarnya tidak ada satu cerita khusus yang menceritakan secara rinci tentang asal-usul punakawan. Sebaliknya, keberadaan mereka dalam pewayangan lebih merupakan hasil perkembangan dan penambahan dalam cerita pewayangan yang sudah ada.
Istilah punakawan berasal dari kata pana yang artinya paham, dan kawan yang artinya teman. Jika mencari tokoh Punakawan di naskah Mahabharata dan Ramayana, jangan heran jika tokoh Punakawan tidak ada di sana. Punakawan merupakan tokoh pewayangan yang diciptakan oleh seorang pujangga Jawa. Menurut Slamet Muljana, seorang sejarawan, tokoh Punakawan pertama kali muncul dalam karya sastra Ghatotkacasraya karangan Empu Panuluh pada zaman Kerajaan Kediri.
Punokawan terkenal yang sering muncul dalam cerita pewayangan Jawa adalah Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Mereka sering berperan sebagai teman atau pengiring tokoh utama, seperti para ksatria atau pangeran. Punakawan dikenal sebagai tokoh humor dalam cerita pewayangan dan sering kali memberikan komentar-komentar lucu yang menghibur penonton.

Meskipun tidak ada cerita spesifik tentang lahirnya punakawan, ada beberapa cerita yang menjelaskan latar belakang atau hubungan mereka dengan tokoh-tokoh lain dalam pewayangan. Misalnya, Semar, yang dianggap sebagai punakawan senior, sering kali dijelaskan sebagai tokoh dari kerajaan Alengka yang dikirim oleh Dewi Rama, istri Raja Dasaratha, untuk membantu putranya, Rama, dalam menjalankan tugasnya sebagai pahlawan.

Bagi Gareng, Petruk, dan Bagong, tidak ada cerita yang menggambarkan secara rinci asal-usul mereka. Namun, mereka sering kali dianggap sebagai saudara atau anak-anak Semar dalam cerita pewayangan. Kehadiran mereka dalam cerita pewayangan memberikan warna dan hiburan yang khas, sekaligus menyampaikan pesan-pesan moral kepada penonton.

Secara keseluruhan, punakawan merupakan tokoh-tokoh yang melekat dalam cerita pewayangan Jawa. Keberadaan mereka memberikan sentuhan humor dan hiburan dalam pertunjukan pewayangan, sambil membawa pesan-pesan moral kepada penonton. Meskipun tidak ada satu cerita tunggal tentang lahirnya punakawan, mereka tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam budaya dan tradisi pewayangan Jawa.

Semar
Salah satu tokoh yang selalu ada di Punakawan ini, dikisahkan sebagai abdi tokoh utama cerita Sahadewa dari keluarga Pandawa. Bukan hanya sebagai abdi, namun Semar juga kerap kali memberikan nasihat-nasihat bijaksananya untuk keluarga Pandawa. Semar digambarkan sebagai tokoh yang sabar dan bijaksana. Kepala dan pandangan Semar menghadap ke atas, menggambarkan kehidupan manusia agar selalu mengingat Sang Kuasa. Kain yang dipakai sebagai baju oleh Semar, yakni kain Semar Parangkusumorojo merupakan perwujudan agar memayuhayuning banowo atau menegakkan keadilan dan kebenaran di bumi. Di kalangan spiritual Jawa, Semar dianggap sebagai symbol ke-Esaan.

Gareng

Dalam cerita pewayangan Jawa, diceritakan Nala Gareng adalah anak Gandarwa (sebangsa jin) yang diangkat anak oleh Semar. Pancalparnor adalah nama lain Gareng yang artinya menolak godaan duniawi. Gareng memiliki kaki pincang, hal ini mengajarkan agar selalu barhati-hati dalam bertindak. Dalam suatu cerita, Gareng dulunya adalah seorang raja, namun karena ia sombong, ia menantang setiap ksatria yang ia temui dan dalam suatu pertarungan, mereka seimbang.

Tidak ada yang menang maupun kalah, namun dari pertarungan itu. Wajah Gareng yang awalnya rupawan menjadi buruk rupa. Gareng memiliki perawakan yang pendek dan selalu menunduk, hal ini menandakan kehati-hatian, meskipun sudah makmur, tetapi harus tetap waspada. Matanya juling yang menandakan ia tidak mau melihat hal-hal yang mengundang kejahatan. Tangannya melengkung, hal ini menggambarkan untuk tidak merampas hak orang lain.

Petruk

Petruk digambarkan sebagai sosok yang gemar bercanda, baik melalui ucapan ataupun tingkah laku. Ia adalah anak ke dua yang diangkat oleh Semar. Nama lainnya yakni Kanthong Bolong, yang artinya suka berdema. Sebagai punakawan, ia adalah sosok yang bisa mengasuh, merahasiakan masalah, pendengar yang baik, dan selalu membawa manfaat bagi orang lain.

Dalam suatu cerita, saat pembangunan candi Sapta Arga, kerajaan ditinggalkan dalam keadaan kosong. Kemudian jimat Kalimasada milik pandawa pun hilang. Jimat itu dicuri oleh Mustakaweni. Mengetahui hal itu, Bambang Irawan – anak Arjuna – bersama Petruk berusaha merebut jimat tersebut. Akhirnya jimat itu berhasil direbut oleh Bambang Irawan dan dititipkan kepada Petruk. Namun sayangnya Petruk menghilangkan jimat tersebut. Untungnya jimat itu dapat ditemukan kembali, kemudian ia meminta maaf pada Pandawa. Melalui kisah itu, Petruk ingin mengingatkan untuk memperhitungkan setiap tata kelakuan dan tidak mudah percaya kepada siapapun. Kemudian ia juga mengajarkan untuk berani mengakui kesalahan.

Bagong

Bagong adalah anak ke tiga yang diangkat oleh Semar. Diceritakan, Bagong adalah manusia yang muncul dari bayangan. Suatu ketika, Gareng dan Petruk minta dicarika teman oleh Semar, kemudian Sang Hyang Tunggal berkata “Ketahuilah bahwa temanmu adalah bayanganmu sendiri” seketika, sosok Bagong muncul dari bayangan.

Sosok Bagong digambarkan berbadan pendek, gemuk, tetapi mata dan mulutnya lebar, yang menggambarkan sifatnya yang lancang namun jujur dan sakti. Ia kerap kali melakukan sesuatu dengan tergesa-gesa. Dari sikap Baagong yang tergesa-gesa itu, justru mengajarkan untuk selalu memperhitungkan apa yang hendak dilakukan, agar tidak seperti Bagong. Tokoh pewayangan satu ini juga mengingatkan bahwa manusia di dunia memiliki berbagai watak dan perilaku. Tidak semuanya baik, sehingga setiap orang harus bisa memahami watak orang lain, toleran, dan bermasyarakat dengan baik.

Tidak ada komentar: